Penataan Ruang dan Bangunan Kalurahan Muntuk

Administrator 13 Juni 2021 19:43:59 WIB

Dikaji dari berbagai narasumber, pada tahun 2021, 70% warga Kalurahan Muntuk memiliki Rumah Adat Jawa Tradisional dengan model kampung, limasan, dan joglo. Berdasarkan paparan narasumber, 73% dari warga yang memiliki bangunan Rumah Adat Jawa Tradisional tersebut usia bangunannya sudah di atas 50 tahun, sedangkan 27% lainnya di bawah 50 tahun. Narasumber juga menyebutkan bahwa 65% dari jumlah warga memiliki rumah hunian dengan Adat Jawa Tradisional. Dari rumah hunian tersebut, 75% merupakan model rumah jawa klasik, dan 25% sudah dalam bentuk rumah perpaduan dengan gaya modern.

Meskipun saat ini sudah banyak rumah-rumah dengan arsitektur modern, namun warga Kalurahan Muntuk masih mempertahankan rumah dengan gaya tradisional adalah untuk melindungi khas adat Rumah Adat Jawa Tradisional sehingga masih bisa bertahan di era milenial dan mencegah agar keberadaan rumah jawa tidak diakui oleh negara asing. Upaya mempertahankan Rumah Adat Jawa Tradisional tersebut dilakukan dengan terus menjaga kekokohan rumah agar tidak rusak dengan mengganti kayu bahan rumah yang sudah lapuk dengan yang baru.

Beberapa bentuk pengembangan Rumah Adat Jawa Tradisional adalah sebagai berikut.

  1. Memfungsikan rumah jawa bukan sekedar tempat tinggal, tapi bisa difungsikan lain, seperti homestay, kedai kopi, dan lain-lain.
  2. Tetap menjaga keasliannya agar mempunyai nilai lebih sehingga bermanfaat untuk studi penelitian.

Dalam praktik keseharian, Rumah Adat Jawa Tradisional dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan sebagai berikut.

  1. Digunakan sebagai rumah hunian
  2. Sebagai tempat berkumpulnya kerabat atau biasa disebut “mbabok”, biasanya dilakukan minimal satu tahun sekali untuk acara syawalan, trah, arisan keluarga, dan lain-lain.
  3. Sebagai tempat untuk kegiatan pemerintahan
  4. Untuk fasilitas pendukung “pametri” (sekelompok orang yang peduli/menjaga suatu situs) petilasan
  • Model rumah panggangpe ditemukan di Sumur Tembogo, Padukuhan Muntuk
  • Rumah kampung ditemukan di Sendang Sinongko, Padukuhan Tangkil

Dalam mendirikan Rumah Adat Jawa Tradisional dengan arsitektur lokal tersebut, masyarakat masih menggunakan sistem gotong royong antarwarga. Kekeluargaan yang terjalin di antara warga satu dengan warga lain di Kalurahan Muntuk masih terus kokoh terjalin. Ketika ada satu warga yang memiliki hajat mendirikan Rumah Adat Jawa Tradisional, secara otomatis seluruh warga sekitarnya akan bahu-membahu secara bersama-sama membantu pendirian Rumah Adat Jawa Tradisional tersebut.

Pada saat mendirikan Rumah Adat Jawa Tradisional, warga akan mempertimbangkan faktor risiko bencana dan faktor yang mengurangi kesehatan. Jika keemungkinan terjadi tanah longsor, pendirian rumah akan menyesuaikan kontur tanah dan bebatuan. Jika kemungkinan terjadi banjir, masyarakat tidak akan mendirikan rumah di kawasan rawan banjir. Untuk mempertimbangkan arah angin kencang akan diantisipasi dengan cara menanam pohon  penahan angin di pekarangan. Pohon-pohon perindang yang ditanam tersebut akan difungsikan warga untuk kegiatan “nglembur”, yaitu kegiatan membuat kerajinan bambu bersama atau sekedar berkumpul bersama tetangga sekitar.

Pendirian Rumah Adat Jawa Tradisional di Kalurahan Muntuk mempertimbangkan pula arah sinar matahari. Kebanyakan rumah di Kalurahan Muntuk akan menghadap ke arah selatan atau utara supaya rumah mendapat sinar matahari yang cukup. Selain itu, pemukiman penduduk di Kalurahan Muntuk juga berada di dekat sumber mata air sebagai sumber kehidupan warga.

Di sekitar pemukiman penduduk Kalurahan Muntuk, jalan-jalan dibuat untuk memudahkan akses warga, baik ke saudara, tetangga, pemerintahan, fasilitas kesehatan, maupun tempat umum lain. Dalam pembuatan jalan lingkungan, warga masih  mengikuti jalur jalan lama dan selalu mengikuti pola kontur tanah pegunungan. Pembuatan jalan lingkungan tetap menjaga pohon di sekelilingnya sebagai peneduh jalan. Selain menjaga kebersihan jalan, warga masyarakat juga masih menjaga dan melestarikan tanaman konservasi yang berada di sekitar sumber air dan petilasan, seperti pohon beringin, wungu, dan bambu.

Upaya untuk menjaga kebersihan lingkungan adalah dengan bergotong royong menyapu dan membersihkan jalan lingkungan, sumber air, dan situs budaya setiap minggu atau sesuai dengan kesepakatan pemerintah pedukuhan masing-masing. Upaya lain adalah dengan adanya kelompok-kelompok peduli lingkungan yang diinisiasi oleh Karang Taruna untuk secara bersama-sama membersihkan lingkungan masing-masing, seperti yang dilakukan muda-mudi Pedukuhan Seropan 2 dengan membentuk Bank Sampah Resik Becik. Diketuai oleh Rifen Efendi dengan 16 pengurus lain, bank sampah ini memiliki 36 anggota. Kelompok ini menyediakan trashbag di setiap rumah warga sebagai tempat sampah anorganik yang diambil dan disortir setiap 2 minggu sekali. Harapannya, dengan adanya bank sampah ini dapat menangani permasalahan mengenai sampah dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Komentar atas Penataan Ruang dan Bangunan Kalurahan Muntuk

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
Isikan kode Captcha di atas
 

Website desa ini berbasis Aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) Berdaya yang diprakarsai dan dikembangkan oleh Combine Resource Institution sejak 2009 dengan merujuk pada Lisensi SID Berdaya. Isi website ini berada di bawah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International (CC BY-NC-ND 4.0) License